A.
Pengertian iddah
Menurut bahasa, kata
iddah berasal dari kata ’adad (bilangan dan ihshaak (perhitungan), seorang
wanita yang menghitung dan menjumlah hari dan masa haidh atau masa suci.
Misalnya bilangan harta atau hari jika dihitung satu persatu dan jumalah keseluruhan.[1] Alaah berfirman dalam
al-qur’an :
¨bÎ) no£Ïã Íqåk¶9$# yZÏã «!$# $oYøO$# u|³tã ........
Sesungguhnya
bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan (QS.At-taubah:36)
Menurut istilah, kata iddah ialah sebutan/nama bagi suatu
masa di mana seorang wanita menanti/menangguhkan perkawinan setelah ia
ditinggalkan mati oleh suaminya atau setelah diceraikan baik dengan menunggu
kelahiran bayinya, atau berakhirnya beberapa quru’, atau berakhirnya beberapa
bulan yang sudah ditentukan.
B. Hukum
dan Dasar Hukum Iddah[2]
Hukum iddah wajib, dasarnya :
1. Al-Qur’an
seperti firmannya :
àM»s)¯=sÜßJø9$#ur ÆóÁ/utIt £`ÎgÅ¡àÿRr'Î/ spsW»n=rO &äÿrãè% ……..
wanita-wanita yang
ditalak handaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru'
(QS.
Al- Baqarah :228)
Yang menjalani iddah tersebut adalah
perempuan yang bercerai dengan suaminya, bukan laki-laki atau suaminya.
Perempuan yang bercerai dari suaminya dalam bentuk apapun, cerai hidup atau
mati, sedang hamil atau tidak, masih berhaid atau tidak, wajib menjalani masa
iddah itu.
2. Sunnah,
sebagaimana dalam shahih Muslim dari Fatimah binti Qais bahwa Rasulullah SAW
bersabda kepadanya yang artinya :
“hendaklah engkau beriddah di rumah putra pamanmu Ibnu Ummi
Maktum”
Dan sabda Nabi kepada wanita
beriddah sekali haid. Sebagaiman pada bab Khulu’ dan hadis-hadis yang lain.
3. Ijma’
Umat islam sepakat wajibnya iddah
sejak masa Rasulullah SAW sampai sekarang.
C.
Macam-macam
masa Iddah
Masa ‘iddah setiap wanita
dapat berbeda-beda, berdasarkan keadaannya dan sebab perpisahannya. Berikut
macam-macamnya :
1. Wanita yang ditinggal mati suaminya,
baik dia sudah dicampuri ataupun belum, maka masa ‘iddahnya adalah 4
bulan 10 hari. Sebagaimana disebutkan dalam firman Allah Ta’ala, yang
artinya :
“Orang-orang
yang meninggal dunia di antaramu dengan meninggalkan istri-istri (hendaklah
para istri itu) menangguhkan dirinya (ber’iddah selama) empat bulan sepuluh
hari.” (Qs. Al-Baqarah: 234)
2. Wanita yang ditalak dan sudah dicampuri
suami, serta masih dalam usia haid maka masa ‘iddahnya adalah selama
tiga kali haid. Setelah masuk masa suci yang ketiga maka masa ‘iddahnya
telah habis. Hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala, yang artinya :
“Wanita-wanita
yang ditalak hendaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru’.” (Qs.
Al-Baqarah: 228)
3. Wanita yang ditalak dan tidak mengalami
haid, misalnya karena masih kecil atau sudah tua (menopause), maka masa ‘iddahnya
adalah 3 bulan. Allah berfirman :yang artinya :
“Wanita-wanita
yang tidak haidh lagi (menopause) di antara istri-istrimu jika kamu ragu-ragu
(tentang masa ‘iddahnya), maka ‘iddahnya adalah tiga bulan. Dan begitu (pula)
perempuan-perempuan yang tidak haidh.” (Qs. Ath-Thalaaq: 4)
4. Wanita yang ditalak oleh suaminya dan
belum dicampuri, maka tidak ada ‘iddah baginya. Sebagaimana disebutkan
dalam firman Allah Ta’ala, yang artinya :
“Wahai
orang-orang yang beriman, apabila kamu menikahi wanita-wanita mukmin, kemudian
kamu ceraikan mereka sebelum kamu mencampurinya maka tidak ada masa ‘iddah atas
mereka yang perlu kamu perhitungkan..” (Qs. Al-Ahzaab: 49)
5. Wanita yang ditalak atau ditinggal mati
oleh suaminya dalam keadaan hamil, maka masa ‘iddahnya adalah sampai
melahirkan. Hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala,yang artinya :
“Dan
wanita-wanita yang hamil, (waktu ‘iddah mereka itu) adalah sampai mereka
melahirkan kandungannya.” (Qs. Ath-Thalaq: 4)
D.
Bentuk – Bentuk Iddah
Istri
yang akan menjalani iddah ditinjau dari segi keadaan waktu berlangsungnya perceraian
adlah sebagai berikut : [3]
1. Kematian suami
2. Belum dicampur
3. Sudah dicampuri tetapi dalam keadaan
hamil
4. Sudah dicampuri tetapi dalam keadaan
hamil, dan telah berhenti haidnya.
5. Sudah dicampuri, tidak dalam keadaan
hamil, dan masih dalam masa haid.
E.
Hikmah Disyariatkan Iddah
1. Mengetahui terbebasnya rahim, dan
sehingga tidak bersatu air mani dari dua laki-laki atau lebih yang telah
menggauli wanita tersebut pada rahimnya. Sehingga nasab anak yang mungkin
dilahirkan tidak menjadi kacau.
2. lMenunjukkan keagungan, kemulian masalah
pernikahan dan hubungan badan.
3. Memberi kesempatan bagi sang suami yang
telah mentalak istrinya untuk rujuk kembali. Karena bisa jadi ada suami yang
menyesal setelah mentalak istrinya.
4. Memuliakan kedudukan sang suami di mata
sang istri. Sehingga dengan adanya masa iddah akan semakin menampakkan pengaruh
perpisahan antara pasangan suami-istri. Karena itu, di masa iddah karena
ditinggal mati, wanita dilarang untuk berhias dan mempercantik diri, sebagai
bentuk berkabung atas meninggalkan sang kekasih.
5. Berhati-hati dalam menjaga hak suami,
kemaslahatan istri dan hak anak-anak, serta melaksanakan hak Allah yang telah
mewajibkannya.
thanks for material.....
ReplyDelete