Monday, June 11, 2012

'Iddah dalam Pernikahan

Informasi Halaman :
Author : Syarif Hidayatullah, Staf Pengajar PAI di SMK Umar Mas'ud Sangkapura.
Judul Artikel : 'Iddah dalam Pernikahan
URL : http://ibnsyam.blogspot.com/2012/06/iddah-dalam-pernikahan.html
Bila berniat mencopy-paste artikel ini, mohon sertakan link sumbernya. ...Selamat membaca.!
A.    Pengertian iddah
Menurut bahasa, kata iddah berasal dari kata ’adad (bilangan dan ihshaak (perhitungan), seorang wanita yang menghitung dan menjumlah hari dan masa haidh atau masa suci. Misalnya bilangan harta atau hari jika dihitung satu persatu  dan jumalah keseluruhan.[1] Alaah berfirman dalam al-qur’an :
¨bÎ) no£Ïã Íqåk9$# yZÏã «!$# $oYøO$# uŽ|³tã ........                                                          
Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan (QS.At-taubah:36)                 
 Menurut istilah, kata iddah ialah sebutan/nama bagi suatu masa di mana seorang wanita menanti/menangguhkan perkawinan setelah ia ditinggalkan mati oleh suaminya atau setelah diceraikan baik dengan menunggu kelahiran bayinya, atau berakhirnya beberapa quru’, atau berakhirnya beberapa bulan yang sudah ditentukan.
B.     Hukum dan Dasar Hukum  Iddah[2]
Hukum iddah wajib, dasarnya :
1.      Al-Qur’an seperti firmannya :
àM»s)¯=sÜßJø9$#ur šÆóÁ­/uŽtItƒ £`ÎgÅ¡àÿRr'Î/ spsW»n=rO &äÿrãè% ……..
wanita-wanita yang ditalak handaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru'
(QS. Al- Baqarah :228)
Yang menjalani iddah tersebut adalah perempuan yang bercerai dengan suaminya, bukan laki-laki atau suaminya. Perempuan yang bercerai dari suaminya dalam bentuk apapun, cerai hidup atau mati, sedang hamil atau tidak, masih berhaid atau tidak, wajib menjalani masa iddah itu.
2.      Sunnah, sebagaimana dalam shahih Muslim dari Fatimah binti Qais bahwa Rasulullah SAW bersabda kepadanya yang artinya :
“hendaklah engkau beriddah di rumah putra pamanmu Ibnu Ummi Maktum”
Dan sabda Nabi kepada wanita beriddah sekali haid. Sebagaiman pada bab Khulu’ dan hadis-hadis yang lain.
3.      Ijma’
Umat islam sepakat wajibnya iddah sejak masa Rasulullah SAW sampai sekarang.

C.    Macam-macam masa Iddah
Masa ‘iddah setiap wanita dapat berbeda-beda, berdasarkan keadaannya dan sebab perpisahannya. Berikut macam-macamnya :
1.      Wanita yang ditinggal mati suaminya, baik dia sudah dicampuri ataupun belum, maka masa ‘iddahnya adalah 4 bulan 10 hari. Sebagaimana disebutkan dalam firman Allah Ta’ala, yang artinya :
Orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dengan meninggalkan istri-istri (hendaklah para istri itu) menangguhkan dirinya (ber’iddah selama) empat bulan sepuluh hari.” (Qs. Al-Baqarah: 234)
2.      Wanita yang ditalak dan sudah dicampuri suami, serta masih dalam usia haid maka masa ‘iddahnya adalah selama tiga kali haid. Setelah masuk masa suci yang ketiga maka masa ‘iddahnya telah habis. Hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala, yang artinya :
Wanita-wanita yang ditalak hendaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru’.” (Qs. Al-Baqarah: 228)
3.      Wanita yang ditalak dan tidak mengalami haid, misalnya karena masih kecil atau sudah tua (menopause), maka masa ‘iddahnya adalah 3 bulan. Allah berfirman :yang artinya :
Wanita-wanita yang tidak haidh lagi (menopause) di antara istri-istrimu jika kamu ragu-ragu (tentang masa ‘iddahnya), maka ‘iddahnya adalah tiga bulan. Dan begitu (pula) perempuan-perempuan yang tidak haidh.” (Qs. Ath-Thalaaq: 4)
4.      Wanita yang ditalak oleh suaminya dan belum dicampuri, maka tidak ada ‘iddah baginya. Sebagaimana disebutkan dalam firman Allah Ta’ala, yang artinya :
Wahai orang-orang yang beriman, apabila kamu menikahi wanita-wanita mukmin, kemudian kamu ceraikan mereka sebelum kamu mencampurinya maka tidak ada masa ‘iddah atas mereka yang perlu kamu perhitungkan..” (Qs. Al-Ahzaab: 49)
5.      Wanita yang ditalak atau ditinggal mati oleh suaminya dalam keadaan hamil, maka masa ‘iddahnya adalah sampai melahirkan. Hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala,yang artinya :
Dan wanita-wanita yang hamil, (waktu ‘iddah mereka itu) adalah sampai mereka melahirkan kandungannya.” (Qs. Ath-Thalaq: 4)


D.    Bentuk – Bentuk Iddah 
Istri yang akan menjalani iddah ditinjau dari segi keadaan waktu berlangsungnya perceraian adlah sebagai berikut :[3]
1.      Kematian suami
2.      Belum dicampur
3.      Sudah dicampuri tetapi dalam keadaan hamil
4.      Sudah dicampuri tetapi dalam keadaan hamil, dan telah berhenti haidnya.
5.      Sudah dicampuri, tidak dalam keadaan hamil, dan masih dalam masa haid.

E.     Hikmah Disyariatkan Iddah
1.      Mengetahui terbebasnya rahim, dan sehingga tidak bersatu air mani dari dua laki-laki atau lebih yang telah menggauli wanita tersebut pada rahimnya. Sehingga nasab anak yang mungkin dilahirkan tidak menjadi kacau.
2.      lMenunjukkan keagungan, kemulian masalah pernikahan dan hubungan badan.
3.      Memberi kesempatan bagi sang suami yang telah mentalak istrinya untuk rujuk kembali. Karena bisa jadi ada suami yang menyesal setelah mentalak istrinya.
4.      Memuliakan kedudukan sang suami di mata sang istri. Sehingga dengan adanya masa iddah akan semakin menampakkan pengaruh perpisahan antara pasangan suami-istri. Karena itu, di masa iddah karena ditinggal mati, wanita dilarang untuk berhias dan mempercantik diri, sebagai bentuk berkabung atas meninggalkan sang kekasih.
5.      Berhati-hati dalam menjaga hak suami, kemaslahatan istri dan hak anak-anak, serta melaksanakan hak Allah yang telah mewajibkannya.


[1] Amir Syarifuddin. 2006,  Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, hal : 303
[2] Abdul Azia Muhammad Azzam dkk, 2009, Fiqih Munakahat, hal : 319
[3] Amir Syarifuddin. 2006,  Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, hal : 314

Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan klik disini untuk berlangganan gratis via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit di ibnsyam.blogspot.com

1 komentar:

Pembaca yang baik, selalu meningggalkan pesan.