BAB I
PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan salah satu penopang sebuah
negara. Kita ingat ketika negeri Jepang luluh lantak dibombardir bom atom pada
tahun 1945, konon, salah satu hal yang dicari pertama kali adalah seorang guru.
Artinya, betapa Jepang sangat membutuhkan tenaga pendidik untuk membangun
kembali negaranya. Dengan masyarakat yang “melek” pengetahuan, berwawasan
tinggi, dan tentunya terdidik untuk maju, para Founding Father Jepang
yakin negaranya akan mampu untuk bangkit kembali. Kini kita menyaksikan
bagaimana kemajuan yang dicapai negeri “matahari terbit” itu dalam bidang
perekonomian, Industri terutama dalam bidang IPTEK. Hal ini mengindikasikan
bahwa pendidikan adalah suatu keniscayaan bagi sebuah negara yang menginginkan
pencapaian kemajuan dalam segala bidang. Tanpa SDM yang mumpuni kemajuan
sebuah negara adalah mustahil dan untuk menghasilkan SDM yang mumpuni inilah
dibutuhkan sistem pendidikan yang baik.
Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia pendidikan
diartikan sebagai perbuatan, (hal, cara dan sebagainya) mendidik. Menurut Ahmad
D Marimba pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh si
pemilik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju
terbentuknya kepribadian yang utama (Abudin Nata: 2005). Selain itu, pendidikan
dapat diartikan sebagai segala kegiatan yang berorientasi pada pengembangan,
pengarahan dan pembentukan kepribadian. Dari beberapa pengertian diatas
terlihat bahwa dalam dunia pendidikan minimal didukung oleh beberapa hal
berikut:
BAB II
PEMBAHASAN
Sebagaimana yang telah disinggung sebelumnya,
pendidikan memiliki peranan penting dalam upaya pencapaian kemajuan bangsa.
Perkembangan dunia pendidikan tentunya tidak akan terlepas dari sumbangsih para
ilmuwan yang mencurahkan segala perhatiannya pada dunia pendidikan ini. Begitu
pun yang dilakukan oleh para ulama sebagai yang merasa berkewajiban untuk
menyebarluaskan ilmu-Nya. Salah satu ulama besar, filosof, psikolog sekaligus
intelektual muslim Ibnu Khaldun adalah salah satunya. Dalam makalah ini pemakalah
akan mencoba memberikan sekelumit tentang biografi Ibnu Khaldun yang
berimplikasi pada pemikirannya dalam dunia pendidikan. Bagaimana pendidikan
dalam pemikiran Ibnu Khaldun? Apa yang menjadi sumbangsih Ibnu Khaldun bagi
dunia pendidikan? Apa saja yang mendukung corak pemikiran pendidikan Ibnu
Khaldun? Dan sebagainya.
1. Biografi
Ibnu Khaldun
Nama lengkap Ibnu Khaldun yaitu Abdu al-Rahman ibn
Muhamad ibn Muhamad ibn Muhamad ibn al-Hasan ibn Jabir ibn Muhamad ibn Ibrahim
ibn Khalid ibn Utsman ibn Hani ibn Khattab ibn Kuraib ibn Ma`dikarib ibn
al-Harits ibn Wail ibn Hujar (Toto Suharto: 2006) atau lebih dikenal dengan
sebutan Abdur Rahman Abu Zayd Muhamad ibnu Khaldun. Ia dilahirkan pada 7 Mei
1332 di Tunisia.
Ibnu Khaldun menisbatkan nama dirinya kepada Khalid
Ibn utsman karena Khalid adalah nenek moyangnya yang pertama kali memasuki
Andalusia bersama para penakluk berkebangsaan Arab lainnya pada abad ke-8
masehi. Ibnu Khaldun adalah seorang yang memiliki prestasi yang gemilang,
beliau sangat mahir dalam menyerap segala pelajaran yang diterimanya. Sejak
masa kanak-kanak ia sudah terbiasa dengan filsafat, ilmu alam, seni dan
kesusastraan yang dengan mudahnya ia padukan dengan bidang kenegaraan,
perjalanan dan pengalamannya. Hal inilah salah satu pendorong kemunculan karya
fenomenalnya Muqaddama Al Alamat (pengantar fenomenologis) yang lebih
dikenal dengan sebutan Muqaddimah (prolegomena) saja.
Pada tahun 1352 Ibnu Kahldun berkelana ke Barat dan
menetap di Fez. kemudian beliau pergi ke timur menuju Iskandariah dan Kairo.
Disana beliau bertemu dengan Mamluk Sultan Al Zhahir Barquq yang menunjuknya
menjadi guru besar fiqh mazhab Maliki dan hakim agung Mesir. Menjelang akhir
hayatnya pada 1401, Ibnu Khaldun bertemu dengan Timurlane di luar garis
perbatasan Damaskus. Penakluk Mongol tersebut menyambut ilmuwan ini dengan
antusias dan mengemukakan minatnya untuk mengangkat Ibnu Khaldun sebagai
pejabat pemerintahannya. Ibnu Khaldun sendiri kemudian lebih memilih untuk
kembali ke Kairo dan melanjutkan pekerjaanya sebagai qadhi dan
penulis hingga akhir hayatnya. Secara sederhana biografi Ibnu Khaldun ini dapat
dibagi kepada tiga fase: Fase Pertama, masa pendidikan. Fase Kedua, masa
politik praktis. Fase ketiga, masa kepengajaran dan kehakiman.
2. Pendidikan
dalam Perspektif Ibnu Khaldun
Sebagai seorang pemikir, Ibnu Khaldun adalah produk
sejarah. Menurut A. Luthfi As-Syaukaniy dari sini muncul apa yang disebut
sejarah pemikiran atau sejarah intelektual. Istilah “pemikir” merupakan sesuatu
yang ambigu dan dapat diterapkan kepada siapa saja yang memiliki spesialisasi
tertentu. Ia dapat diterapkan kepada Philosoper, Thinker, Scholar, atau Intelektual
yang merujuk kepada figur terpelajar (Lihat Toto Suharto: 2006). Jelasnya,
pemikiran Ibnu Khaldun tidak dapat dipisahkan dari akar pemikiran Islamnya.
Disinilah letak alasan Iqbal mengatakan bahwa seluruh semangat al-Muqaddimah
yang merupakan manifestasi pemikiran Ibnu khaldun, diilhami pengarangnya
dari al-Quran sebagai sumber utama dan pertama dari ajaran Islam. Dengan
demikian pemikiran Ibnu Khaldun dapat dibaca melalui setting sosial yang
mengitarinya yang diungkapkan baik secara lisan maupun tulisan sebagai sebuah
kecenderungan.
Sementara itu ada yang berpendapat bahwa Ibnu Khaldun
mendapat pengaruh dari Ibnu Rusyd (1126 – 1198) dalam masalah hubungan filsafat
dan agama. Dalam bidang pendidikan, Ibnu Khaldun berpendapat bahwa pendidikan
atau ilmu dan mengajar merupakan suatu kemestian dalam membangun masyarakat
manusia. Hal ini dapat terlihat pada pandangannya mengenai tujuan pendidikan,
yaitu:
1. Memeberikan
kesempatan kepada pikiran untuk aktif dan bekerja, karena aktifitas penting
bagi terbukanya pikiran dan kematangan individu yang pada gilirannya kematangan
individu ini bermanfaat bagi masyarakat.
2.
Memperoleh berbagai ilmu pengetahuan, sebagai alat yang membantu manusia agar
dapat hidup dengan baik, dalam rangka terwujudnya masyarakat maju dan
berbudaya.
3. Memperoleh
lapangan pekerjaan yang dapat digunakan untuk mencari penghidupan.
Pernyataan-pernyataan
ini mengindikasikan bahwa maksud pendidikan menurut Ibnu Khaldun adalah
mentransformasikan nilai-nilai yang diperoleh dari pengalaman untuk dapat
memepertahankan eksistensi manusia dalam peradaban masyarakat. Pendidikan
adalah upaya melestarikan dan mewariskan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat
agar masyarakat tersebut bisa tetap eksis.
Dalam kaitannya dengan peserta didik, Ibnu Khaldun
melihat manusia tidak terlalu menekankan pada segi kepribadiannya sebagaimana
yang acapkali dibicarakan para filosof, baik itu filosof dari golongan muslim
atau non-muslim. Ia lebih banyak melihat manusia dalam hubungannya dan
interaksinya dengan kelompok-kelompok yang ada di masyarakat. Dalam konteks
inilah ia sering disebut sebagai salah seorang pendiri sosiolog dan antropolog.
Menurut Ibnu Khaldun pertumbuhan pendidikan dan ilmu
pengetahuan dipengaruhi oleh peradaban. Ibnu Khaldun berpendapat bahwa adanya
perbedaan lapisan sosial timbul dari hasil kecerdasannya yang diproses melalui
pengajaran. Berkenaan dengan ilmu pengetahuan ini Ibnu Khaldun membaginya
kepada tiga macam: 1). Ilmu Lisan; 2). Ilmu Naqli; 3). Ilmu Aqli.
Disamping beberapqa hal diatas, ibnu Khaldun juga
menyoroti masalah kurikulum. Menurutnya ada tiga kategori kurikulum yang perlu
diajarkan kepada peserta didik. Pertama, kurikulum yang merupakan alat
bantu pemahaman. Kurikulum ini mencakup ilmu bahasa, ilmu nahwu, ilmu balaghah
dan syair. Kedua, kurikulum sekunder, yaitu mata kuliah yang
menjadi pendukung untuk memahami Islam. Kurikulum ini meliputi ilmu-ilmu hikmah
seperti: logika, fisika, metafisika, dan matematiuka. Ketiga, kurikulum
primer yaityu mata kuliah yang menjadi inti ajaran Islam. Kurikulum ini
meliputi semua bidang al ulum al naqliyah seperti: ilmu tafsir, ilmu
hadist, ilmu qiraat dan sebagainya.
BAB III
KESIMPULAN
Dari beberapa uraian diatas, terlihat bahwa Ibnu
Khaldun adalah seorang tokoh yang menaruh perhatian yang besar terhadap
pendidikan. Konsep pendidikan yang dikemukakannya tampak sangat dipengarhi oleh
pandangannya terhadap manusia sebagai makhluq yang harus dididik, dalam rangka
menjalankan fungsi sosialnya di tengah-tengah masyarakat. Pendidikan adalah
alat untuk membantu seseorang agar tetap hidup bermasyarakat dengan baik.
Aspek-aspek yang dapat mendukung proses pendidikan
mulai dari peserta didik, penidik, sarana dan prasarana harus benar-benar
diperhatikan karena akan sangat berpengaruh pada jalannya proses pendidikan.
Dalam pada itu hendanya tidak mengabaikan hakikat
tujuan pendidikan itu sendiri yaitu berorientasi pada pengembangan, pengarahan
dan pembentukan kepribadian peserta didik. Oleh karena itu guru sebagai
pendidik diharuskan mampu membaca situasi dan kondisi dalam pembelajaran,
mengetahui psikologi anak dana sebagainya.
DAFTAR
PUSTAKA
Nata, Abudin.
2005. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Gama Media Pratama.
Fakhri,
Majid. 2002. Sejarah Filsafat Islam: Sebuah Peta Kronologis. Bandung:
Mizan.
Suharto, Toto. 2006. Filsafat Pendidikan Islam. Yogyakarta: Ar-Ruzz.
Bea Vers,
Tedd B. 2001. Paradigma Filsafat Pendidikan Islam (Kontribusi Filosof
Muslim). Jakarta: Riora Cipta.
0 komentar:
Post a Comment
Pembaca yang baik, selalu meningggalkan pesan.