Seperti yang telah
dijelaskan bahwa didalam menjelaskan konseling seseorang tidak akan lepas dari
teknik apa yang digunakan dalam konseling tersebut. [1]
Yang dimaksud teknik konseling di sini adalah cara- cara tertentu yang
digunakan oleh seorang konselor dalam proses konseling untuk membantu klien
agar berkembang potensinya serta mampu mengatasi masalah yang dihadapi dengan
mempertimbangkan kondisi- kondisi di lingkungannya yakni nilai- nilai sosial,
budaya, dan agama.
Bagi seorang konselor,
menguasai teknik- teknik konseling merupakan suatu keniscayaan. Dalam proses
konseling, penguasaan terhadap teknik konseling merupakan kunci keberhasilan
untuk mencapai tujuan konseling. Seorang konselor yang efektif harus mampu
merespons klien secara baik dan benar sesuai keadaan klien saat itu. Rsespons
yang baik berupa pertanyaan- pertanyaan verbal dan non verbal yang dapat
menyentuh, merangsang, dan mendorong sehingga klien terbuka untuk menyatakan
secara bebas perasaan, pikiran, dan pengalamannya (Sopyan, S. Wilis, 2004:
157).
Sebagai suatu proses,
implementasi teknik- teknik konseling akan melalui beberapa tahap kegiatan.
Tahap- tahap tersebut adalah:
1.
Persiapan konseling
Pada tahap ini, ada
tiga hal yang harus dilakukan oleh konselor untuk memulai proses konseling
yaitu, membentuk kesiapan untuk konseling, memperoleh riwayat kasus, dan
evaluasi psikodiagnostik.
a.
Kesiapan untuk konseling
Untuk dapat melakukan
konseling secara efektif dan agar konseling berhasil dan berdaya guna, konselor
harus melakukan persiapan. Begitu juga klien, agar dapar berpartisipasi secara
aktif sesuai tuntutan konseling, harus siap untuk mengikuti konseling. Tanpa
partisipasi dari klien atau tanpa kesiapan klien, proses konseling bisa gagal.
Hal- hal yang
berkenaan dengan kesiapan konseling terutama yang berhubungan dengan klien
adalah:
1)
memotivasi klien untuk memperoleh
bantuan
2)
pengetahuan klien tentang
konseling
3)
kecakapan intelektual
4)
tingkat tilikan terhadap masalah
dan dirinya sendiri
5)
harapan- harapan terhadap peran
konselor
6)
sistem pertahanan diri
Motivasi klien untuk
memperoleh bantuan akan menentukan jalannya proses konseling. Klien yang
mengikuti sesi konseling karena mengikuti keinginan guru wali kelas atau orang
lain termasuk konselornya sendiri (terpaksa), akan berbeda partisipasinya dalam
konseling jika motivasi mereka benar- benar ingin memperoleh bantuan. Begitu
pun klien yang mengetahui tentang konseling. Klien yang tidak mengetahui tentang
konseling, ia tidak akan maksimal memanfaatkan jasa konselor.
Dalam proses konseling
harus ada respons- respons tertentu dari klien. Klien yang kemampuan
intelektualnya rendah, akan sulit merespons proses konseling. Ada klien yang
mampu melihat masalahnya sendiri dan ada yang tidak. Klien yang mampu melihat
masalahnya sendiri, akan mampu berpartisipasi secara aktif dalam konseling
sehingga proses konseling akan berjalan secara lancar. Sebaliknya, klien yang
tidak mampu melihat masalahnya sendiri, akan sulit untuk berpartisipasi dalam
proses konseling. Klien yang banyak berharap dan mengerti peran- peran
konselor, ia akan memanfaatkan jasa konselor secara maksimal, sebaliknya yang
tidak mengerti tentang peran- peran konselor, maka ia tidak akan banyak berharap
bahwa konselor dapat membantunya untuk memecahkan masalah.
Agar klien siap dalam
mengikuti konseling, disarankan kepada konselor agar melakukan hal- hal
berikut:
1)
memulai pembicaraan dengan
berbagai pihak tentang berbagai topik masalah dan pelayanan konseling yang
diberikan,
2)
menciptakan iklim kelembagaan
yang kondusif sehingga merangsang siswa untuk memperoleh bantuan,
3)
menghubungi sumber- sumber
referal (rujukan) misalnya dari organisasi dan sekolah,
4)
memberikan informasi kepada klien
tentang dirinya dan prospeknya,
5)
melalui proses pendidikan itu
sendiri, dan
6)
melakukan orientasi pra
konseling.
b.
Riwayat kasus
Riwayat kasus adalah
suatu kumpulan fakta yang sistematis tentang kehidupan klien sekarang dan masa
lalu. Secara sederhana riwayat kasus bisa dikatakan melakukan identifikasi
terhadap masalah- masalah yang dialami klien. Menurut Surya (1988: 160),
riwayat kasus dapat dibuat dalam bentuk:
1)
Riwayat konseling
psikoterapeutik, yang lebih memusatkan pada masalah- masalah psikoterapeutik
dan diperoleh melalui wawancara konseling,
2)
Catatan komulatif (commulative
record), yaitu suatu catatan tentang berbagai aspek yang menggambarkan
perkembangan seseorang,
3)
Biografi dan autobiografi,
4)
Tulisan- tulisan yang dibuat
sendiri oleh siswa yang berkasus sebagai dokumen pribadi (mungkin dalam bentuk
catatan anekdot),
5)
Grafik waktu tentang kehidupan
siswa yang berkasus.
c.
Evaluasi psikodiagnostik
Dalam bidang medis,
diagnosis diartikan sebagai suatu proses memeriksa gejala, memperkirakan sebab-
sebab, mengadakan observasi, menempatkan gejala dalam kategori, dan
memperkirakan usaha- usaha penyembuhannya. Dalam bidang psikologis, proses
diagnosis mempunyai beberapa arti dan sulit dipisahkan secara tegas sebagaiman
halnya dalam bidang medis. Secara umum diagnosis dalam bidang psikologis
berarti pernyataan tentang masalah klien, perkiraan sebab- sebab kesulitan,
kemungkinan teknik- teknik konseling untuk memcahkan masalah, dan memperkirakan
hasil konseling dalam bentuk tingkah laku klien di masa yang akan datang. (Surya,
1988: 162)
Selanjutnya
menurut Surya (1988) psikodiagnostik mempunyai dua arti yaitu, pertama sebagai
suatu klasifikais deskriptif masalah- masalah yang sama dengan klasifikasi
psikiatris untuk gangguan neurosis, psikosis, dan karakter yang selanjutnya
disebut diagnosis diferensial. Kedua, psikodiagnosis sebagai
suatu prosedur menginterpretasikan data kasus, yang selanjutnya disebut
diagnosis struktural.
Penggunaan tes psikodiagnosis dalam konseling
berfungsi untuk:
1)
menyeleksi data yang diperlikan
bagi konseling
2)
meramalkan keberhasilan konseling
3)
memperoleh informasi yang lebih
terinci
4)
merumuskan diagnostic yang lebih
tepat
Dalam proses konseling
memerlukan teknik- teknik tertentu sehingga konseling bisa berjalan secara
efektif dan efisien atau berdaya guna dan berhasil guna. Adapun teknik dalam
konseling adalah sebagai berikut:
1)
Teknik rapport
Teknik rapport
dalam konseling merupakan suatu kondisi saling memahami dan mengenal tujuan
bersama. Tujuan utama teknik ini adalah untuk menjambatani hubungan antara
konsleor dengan klien, sikap penerimaan dan minat yang mendalam terhadap klien
dan masalahnya. Implementasi teknik ini dalam konseling adalah:
a)
pemberian salam yang menyenangkan
b)
menetapkan topik pembicaraan yang
sesuai
c)
susunan ruang konseling yang
menyenangkan
d)
sikap yang ditandai dengan:
kehangatan emosi, realisasi tujuan bersama, dan menjamin kerahasiaan klien
e)
kesadaran terhadap hakekat klien
secara alamiah
2)
Perilaku attending
Attending merupakan upaya
konselor menghampiri klien yang diwujudkan dalam bentuk perilaku seperti kontak
mata, bahasa tubuh, dan bahasa lisan.
Perilaku attending
berkenaan dengan teknik penerimaan konselor terhadap klien. Teknik penerimaan
menggambarkan cara bagaimana konselor menerima klien dalam proses atau sesi
konseling. Atau cara bagaimana konselor bertindak agar klien merasa
diterima dalam proses konseling. Teknik ini dalam proses konseling bisa
diwujudkan melalui ekspresi wajah (misalnya ceria atau cemberut). Selanjutnya
juga bisa diwujudkan dalam bentuk tekanan atau nada suara dari konselor (tinggi,
mendatar, rendah) dan jarak duduk antara konselor dan klien.
3)
Teknik structuring
Structuirng adalah
proses penetapan batasan oleh konselor tentang hakikat, batas- batas, dan
tujuan proses konseling pada umumnya dan hubungan tertentu pada khususnya. Structuring
memberikan kerangka kerja atai orientasi terapi kepada klien. Structuring
ada yang bersifat implisit di mana secara umum peranan konselor diketahui oleh
klien dan ada yang bersifat formal berupa pernyataan konselor untuk menjelaskan
dan membatasai proses konseling.
4)
Empati
Empati merupakan
kemampuan konselor untuk merasakan apa yang dirasakan oleh klien, merasa dan
berpikir bersama klien dan bukan untuk atau tentang klien. Empati
dilakukan bersamaan dengan attending, karena tanpa attending tidak
akan ada empati.
5)
Refleksi perasaan
Refleksi
perasaan
merupakan suatu usaha konselor untuk menyatakan dalam bentuk katap- kata yang
segar dan sikap yang diperlukan terhadap klien. Refleksi perasaan juga merupakan teknik
penengah yang bermanfaat untuk digunakan setelah hubungan permulaan (tahap awal
konseling) dilakukan dan sebelum pemberian informasi serta tahap interpretasi
dimulai.
6)
Teknik eksplorasi
Eksplorasi merupakan keterampilan
konselor untuk menggali perasaan,
pengalaman, dan pikiran klien.
Eksplorasi ada tiga macam yaitu, eksplorasi perasaan, eksplorasi pikiran,
dan eksplorasi pengalaman.
7)
Teknik paraphrasing
(menangkap pesan utama)
Tujuan paraphrase
antara lain adalah mengatakan kembali esensi atau inti ungkapan klien,
untuk mengatakan kembali kepada klien bahwa konselor bersama dia dan berusaha
untuk memahami apa yang dikatakan klien, mengendapkan apa yang dikemukakan
klien dalam bentuk ringkasan, memberi arah wawancara konseling, mengecek
kembali persepsi konselor tentang apa yang dikemukakan klien.
8)
Teknik bertanya
Teknik
bertanya ada dua macam yaitu bertanya terbuka (open question) dan
bertanya tertutup (closed question).
9)
Dorongan minimal (minimal
encouragement)
Dorongan
minimal yaitu suatu dorongan langsung yang singkat terhadap apa yang telah
dikatakan klien.
10)
Interpretasi
Interpretasi
merupakan upaya konselor mengulas pikiran, perasaan, dan perilaku atau
pengalaman klien berdasarkan atas teori- teori tertentu. Tujuannya adalah untuk
memberikan rujukan, pandangan atau tingkah laku klien, agar klien mengerti dan
berubah melalui pemahaman dari hasil rujukan baru.
11)
Teknik mengarahkan (directing)
12)
Teknik menyimpulkan sementara (summarizing)
Tujuan dari
teknik ini adalah memberikan kesempatan kepada klien untuk mengambil kilas
balik (feed back) dari hal- hal yang telah dibicarakan bersama konselor,
untuk menyimpulkan kemajuan hasil pembicaraan secara bertahap, untuk
meningkatkan kualitas diskusi, mempertajam atau memperjelas fokus atau arah
wawancara konseling.
13)
Teknik- teknik memimpin
Memimpin dalam
konseling bisa memiliki dua arti, pdrtama menunjukkan keadaan di mana
konselor berada di dalam atau di luar pikiran klien. Kedua, keadaan di
mana konselor mengarahkan pikiran klien kepada penerimaan perkataan konselor.
Teknik ini
bertujuan agar pembicaraan klien tidak menyimpang dari fokus yang dibicarakan
dan agar arah pembicaraan terfokus pada tujuan konseling.
14)
Teknik fokus
Fokus akan
membantu klien untuk memusatkan perhatiannya pada pokok pembicaraan. Ada empat
fokus dalam konseling, pertama fokus pada diri klien. Kedua,
fokus pada orang lain. Ketiga, fokus pada topik. Keempat, fokus
mengenai budaya.
15)
Teknik konfrontasi
Dalam
konseling dikenal juga dengan “memperhadapkan”. Teknik konfrontasi adalah suatu
teknik yang menantang klien untuk melihat adanya inkonsistensi (tidak
konsisten) antara perkataan dengan perbuatan, ide awal dengan ide berikutnya,
senyum dengan kepedihan. Tujuannya adalah mendorong klien untuk mengadakan
penelitian diri secara jujur (introspeksi diri secara jujur), meningkatkan potensi
klien, membawa klien kepada kesadaran adanya diskrepansi (kondisi pertentangan
antara harapan seseorang dengan kondisi nyata di lingkungan) dari klien dengan,
inkonsistensi, konflik atau kontradiksi dalam dirinya.
16)
Penjernihan (Clarifying)
Tujuannya
adalah pertama mengundang klien untuk menyatakan pesanya secara jelas,
ungkapan kata- kata yang tegas, dan dengan alasan- alasan yang logis. Kedua,
agar klien menjelaskan, mengulang dan mengilustrasikan perasaannya.
17)
Memudahkan (Fasilitating)
Fasilitating adalah
suatu teknik membuka komunikasi agar klien dengan mudah berbicara dengan
konselor dan menyatakan perasaan, pikiran, dan pengalamannya secara bebas.
18)
Diam sebagai suatu
teknik
Diam dalam
konseling bisa dijadikan sebagai suatu teknik. Dalam konseling, diam bukan
berarti tidak ada komunikasi. Komunikasi tetap ada, yaitu melalui perilaku non
verbal.
Dalam
konseling, diam bisa memiliki beberapa makna, pertama penolakan atau
kebingungan klien. Kedua, klien atau konselor telah mencapai akhir suatu
ide dan ragu mengatakan apa selanjutnya. Ketiga, kebingungan yang
didorong oleh kecemasan atau kebencian. Keempat, klien mengalami
perasaan sakit dan tidak siap untuk berbicara. Kelima, klien
mengharapkan sesuatu dari konselor. Keenam, klien sedang memikirkan apa
yang dikatakan. Ketujuh, klien baru menyadari kembali dan ekspresi
emosional sebelumnya (Surya, 1988: 165).
Tujuan
teknik ini adalah menanti klien yang sedang berpikir, sebagai protes apabila
klien berbicara berbelit- belit (nglantur), menunjang perilaku attending dan empati
sehingga klien bebas berbicara (Surya, 1988: 165).
19)
Mengambil inisiatif
Teknik ini
diterapkan apabila: (1) untuk mengambil inisiatif apabila klien kurang
bersemangat, (2) klien lambat berpikir untuk mengambil keputusan, dan (3) klien
kehilangan arah pembicaraan.
20)
Memberi nasihat
21)
Pemberian informasi
22)
Merencanakan
Rencana yang
baik harus merupakan hasil kerja sama antara konselor dengan klien.
23)
Menyimpulkan
Pada akhir
sesi konseling, bersama klien konselor membuat suatu kesimpulan.
24)
Teknik mengakhiri
Untuk
mengakhiri sesi konseling, dapat dilakukan konselor dengan cara: (1) mengatakan
bahwa waktu sudah habis, (2) merangkum isi pembicaraan, (3) menunjukkan kepada
pertemuan yang akan datang (menetapkan jadwal pertemuan sesi berikutnya), (4)
mengajak klien berdiri dengan isyarat gerak tangan, (5) menunjukkan catatan-
catatan singkat hasil pembicaraan konseling, (6) memberikan tugas- tugas
tertentu kepada klien yang relevan dengan pokok pembicaraan apabila diperlukan.
[1] Bimo
walgito bimbingan dan konseling di perguruan tinggi. Yayasan penerbitan
fakultas psikologi UGM Yokyakarta. 1982. hal: 96
0 komentar:
Post a Comment
Pembaca yang baik, selalu meningggalkan pesan.