Semenjak Al-Qur'an diturunkan
"nuzulul qur'an" tepatnya tanggal 17 Ramadhan, gendering dakwah Islam
pertama mulai dikumandangkan oleh baginda Rasul. Al-Qur'an tidak diturunkan
serta merta 30 juz namun secara berangsung-angsur "munajjaman" kurang
lebih selama 23 tahun.
Hal ini bukan tanpa alasan, namun banyak sekali hikmah yang bisa diambil
didalamnya. Diantara hikmah tersebut, untuk memperkuat hati rasul &
menghilangkan sifat pesimis dalam menyampaikan dakwahnya kepada orang-orang
musrik. Setiap ada cobaan dakwah, Al-Qur'an turun memberikan solusi dan penawar
sehingga memberi ketenangan dan memperteguh kembali hati beliau.
Dari kajian sejarah pembentukan
Al-Qur’an, kita mengetahui bahwa kitab suci ini berkembang dengan sangat
dinamis, berinteraksi dengan kehidupan umat manusia, yang kadang sangat
bersifat lokal dan temporal. Ayat-ayat yang dimulai dengan
pertanyaan-pertanyaan para sahabat Nabi, misalnya (yas’alunaka anil khamr,
anil ahillah, anil mahidh, dan seterusnya), adalah refleksi dari kehidupan
yang dijalani Nabi dan para sahabatnya. Kasus-kasus seperti minuman keras dan
menstruasi (yang disebutkan dalam ayat yas’alunaka itu), adalah persolan
manusia di dunia yang muncul tiba-tiba karena desakan situasi yang dihadapi
para sahabat nabi saat itu. Dengan kata lain, jika tidak ada situasi yang
mendesak tersebut, maka ayat-ayat tentang khamar dan menstruasi akan absen dari
Al-Qur’an.
Mengkaji sejarah Al-Qur’an dengan
melihat proses-proses pembentukannya, baik pada masa Nabi dan masa-masa
sesudahnya sangat penting, untuk mengingatkan kita selalu bahwa Al-Qur’an
adalah manifestasi manusiawi dari kalamullah. Seperti juga kitab-kitab
suci lainnya di dunia ini, Al-Qur’an memiliki keterbatasan-keterbatasan pada
lingkup kebahasaan dan kesejarahan di mana ia diturunkan. Namun demikian,
sebagai sebuah manifestasi dari kalamullah, Al-Qur’an memiliki
kesamaan-kesamaan dengan kitab-kitab suci lainnya (yang juga merupakan kalamullah).
Aspek kesamaan inilah (dalam bahasa Al-Qur’an disebut “kalimatun sawaa”)
yang harus selalu ditekankan oleh kaum Muslim secara khusus dan seluruh umat
beragama secara umum.
PENULISAN QUR'AN PADA ZAMAN NABI
PENULISAN QUR'AN PADA ZAMAN NABI
Qur'an sendiripun
menentukan adanya itu
dalam bentuk tulisan. Begitu
juga buku-buku sejarah sudah menentukandemikian, ketika menerangkan
tentang Islamnya Umar,tentang adanya sebuah
naskah Surat ke-20 (Surah
Taha) milik saudaranya yang perempuan dan keluarganya.
Umar masuk Islam tiga atau empat tahun sebelum Hijrah. Kalau pada masa permulaan Islam wahyu itu ditulis dan saling dipertukarkan, tatkala jumlah kaum Muslimin masih sedikit dan mengalami pelbagai macam siksaan, maka sudah dapat dipastikan sekali,bahwa naskah-naskah tertulis itu sudah banyak jumlahnya dan sudah banyak pula beredar, ketika Nabi sudah mencapai puncak kekuasaannya dan kitab itu sudah menjadi undang-undang seluruh bangsa Arab.
PENGUMPULAN QUR'AN LANGKAH PERTAMA
Umar masuk Islam tiga atau empat tahun sebelum Hijrah. Kalau pada masa permulaan Islam wahyu itu ditulis dan saling dipertukarkan, tatkala jumlah kaum Muslimin masih sedikit dan mengalami pelbagai macam siksaan, maka sudah dapat dipastikan sekali,bahwa naskah-naskah tertulis itu sudah banyak jumlahnya dan sudah banyak pula beredar, ketika Nabi sudah mencapai puncak kekuasaannya dan kitab itu sudah menjadi undang-undang seluruh bangsa Arab.
PENGUMPULAN QUR'AN LANGKAH PERTAMA
Sesudah selesai
menghadapi peristiwa Musailima – dalam perang Ridda penyembelihan Yamama telah menyebabkan
kaum Muslimin banyak yang mati, di antaranya tidak sedikit mereka yang telah menghafal
Qur'an dengan baik. Ketika itu Umar merasa kuatir akan nasib Qur'an dan teksnya itu; mungkin nanti akan
menimbulkan keragu-raguan orang bila mereka
yang telah menyimpannya dalam
ingatan itu, mengalami suatu hal lalu meninggal semua.Waktu itulah ia
pergi menemui Khalifah Abu Bakr dengan mengatakan: "Saya kuatir sekali
pembunuhan terhadap mereka yang sudah hafal
Qur'an itu akan
terjadi lagi di medan pertempuran lain selain Yamama dan akan banyak lagi
dari mereka yang akan
hilang. Menurut hemat
saya, cepat-cepatlah kita bertindak
dengan memerintahkan pengumpulan Qur'an.
Abu Bakr segera menyetujui pendapat itu. Dengan maksud tersebut ia berkata kepada Zaid bin Thabit, salah seorang Sekretaris Nabi yang besar: "Engkau pemuda yang cerdas dan saya tidak meragukan kau. Engkau adalah penulis wahyu pada Rasulullah s.a.w. dan kau mengikuti Qur'an itu; maka sekarang kumpulkanlah."
Abu Bakr segera menyetujui pendapat itu. Dengan maksud tersebut ia berkata kepada Zaid bin Thabit, salah seorang Sekretaris Nabi yang besar: "Engkau pemuda yang cerdas dan saya tidak meragukan kau. Engkau adalah penulis wahyu pada Rasulullah s.a.w. dan kau mengikuti Qur'an itu; maka sekarang kumpulkanlah."
Oleh karena
pekerjaan ini terasa tiba-tiba sekali di luar dugaan, mula-mula Zaid
gelisah sekali. Ia masih meragukan gunanya melakukan hal itu dan tidak
pula menyuruh orang lain melakukannya. Akan tetapi akhirnya ia
mengalah juga pada kehendak Abu
Bakr dan Umar yang mendesak.
Dia mulai
berusaha sungguh-sungguh mengumpulkan
surah-surah dan bagian-bagiannya dari segenap penjuru, sampai dapat juga ia mengumpulkan
yang tadinya di atas daun-daunan, di atas
batu putih, dan yang dihafal
orang. Setengahnya ada
yang menambahkan, bahwa dia juga mengumpulkannya dari
yang ada pada lembaran-lembaran, tulang-tulang
bahu dan rusuk unta dan kambing. Usaha
Zaid ini mendapat sukses.
Ia melakukan
itu selama dua atau tiga tahun
terus-menerus, mengumpulkan
semua bahan-bahan serta
menyusun kembali seperti yang ada
sekarang ini, atau seperti yang dilakukan Zaid sendiri membaca Qur'an itu di depan Muhammad,
demikian orang mengatakan. Sesudah
naskah pertama lengkap
adanya, oleh Umar itu
dipercayakan penyimpanannya
kepada Hafsha, puterinya dan isteri Nabi. Kitab yang sudah
dihimpun oleh Zaid ini
tetap berlaku selama khilafat
Umar, sebagai teks yang otentik dan sah.
Tetapi kemudian terjadi perselisihan mengenai cara membaca, yang timbul baik karena perbedaan naskah Zaid yang tadi atau karena perubahan yang dimasukkan ke dalam naskah-naskah itu yang disalin dari naskah Zaid. Dunia Islam cemas sekali melihat hal ini. Wahyu yang didatangkan dari langit itu "satu," lalu dimanakah sekarang kesatuannya? Hudhaifa yang pernah berjuang diArmenia dan di Azerbaijan , juga melihat adanya perbedaan Qur'an orang Suria
dengan orang Irak.
Tetapi sungguhpun begitu masih ada suatu soal penting lain yang terpampang di depan kita, yakni; Pertama - Pengumpulan pertama selesai di bawah pengawasan Abu Bakr. Sedang Abu Bakr seorang sahabat yang jujur dan setia kepada Muhammad. Juga dia adalah orang yang sepenuhnya beriman pada kesucian sumber Qur'an, orang yang hubungannya begitu erat sekali dengan Nabi selama waktu duapuluh tahun terakhir dalam hayatnya, serta kelakuannya dalam khilafat dengan cara yang begitu sederhana, bijaksana dan bersih dari gejala ambisi, sehingga baginya memang tak adalah tempat buat mencari kepentingan lain. Ia beriman sekali bahwa apa yang diwahyukan kepada kawannya itu adalah wahyu dari Allah, sehingga tujuan utamanya ialah memelihara pengumpulan wahyu itu semua dalam keadaan murni sepenuhnya.
Tetapi kemudian terjadi perselisihan mengenai cara membaca, yang timbul baik karena perbedaan naskah Zaid yang tadi atau karena perubahan yang dimasukkan ke dalam naskah-naskah itu yang disalin dari naskah Zaid. Dunia Islam cemas sekali melihat hal ini. Wahyu yang didatangkan dari langit itu "satu," lalu dimanakah sekarang kesatuannya? Hudhaifa yang pernah berjuang di
Tetapi sungguhpun begitu masih ada suatu soal penting lain yang terpampang di depan kita, yakni; Pertama - Pengumpulan pertama selesai di bawah pengawasan Abu Bakr. Sedang Abu Bakr seorang sahabat yang jujur dan setia kepada Muhammad. Juga dia adalah orang yang sepenuhnya beriman pada kesucian sumber Qur'an, orang yang hubungannya begitu erat sekali dengan Nabi selama waktu duapuluh tahun terakhir dalam hayatnya, serta kelakuannya dalam khilafat dengan cara yang begitu sederhana, bijaksana dan bersih dari gejala ambisi, sehingga baginya memang tak adalah tempat buat mencari kepentingan lain. Ia beriman sekali bahwa apa yang diwahyukan kepada kawannya itu adalah wahyu dari Allah, sehingga tujuan utamanya ialah memelihara pengumpulan wahyu itu semua dalam keadaan murni sepenuhnya.
Pernyataan
semacam ini berlaku juga terhadap Umar yang sudah menyelesaikan pengumpulan itu
pada masa khilafatnya. Pernyataan semacam ini juga yang berlaku terhadap semua
kaum Muslimin waktu itu, tak ada perbedaan antara para penulis yang membantu
melakukan pengumpulan itu, dengan seorang mu'min biasa yang miskin, yang
memiliki wahyu tertulis di atas tulang-tulang atau daun-daunan, lalu membawanya
semua kepada Zaid. Semangat mereka semua sama, ingin memperlihatkan kalimat-kalimat
dan kata-kata seperti yang dibacakan oleh Nabi, bahwa itu adalah risalah dari
Tuhan. Keinginan mereka hendak memelihara kemurnian itu sudah menjadi perasaan
semua orang, sebab tak ada sesuatu yang lebih dalam tertanam dalam jiwa mereka
seperti rasa kudus yang agung itu, yang sudah mereka percayai sepenuhnya
sebagai firman Allah. Dalam Qur'an terdapat peringatan-peringatan bagi
barangsiapa yang mengadakan kebohongan atas Allah atau menyembunyikan sesuatu
dari wahyuNya. Kita tidak akan dapat menerima, bahwa pada kaum Muslimin yang
mula-mula dengan semangat mereka terhadap agama yang begitu rupa mereka sucikan
itu, akan terlintas pikiran yang akan membawa akibat begitu jauh membelakangi
iman.
Kedua - Pengumpulan tersebut selesai selama dua atau tiga tahun sesudah Muhammad wafat. Kita sudah melihat beberapa orang pengikutnya, yang sudah hafal wahyu itu di luar kepala, dan setiap Muslim sudah hafal sebagian, juga sudah ada serombongan ahli-ahli Qur'an yang ditunjuk oleh pemerintah dan dikirim ke segenap penjuru daerah Islam guna melaksanakan upacara-upacara dan mengajar orang memperdalam agama. Dari mereka semua itu terjalinlah suatu m`ta rantai penghubung antara wahyu yang dibaca Muhammad pada waktu itu dengan yang dikumpulkan oleh Zaid. Kaum Muslimin bukan saja bermaksud jujur dalam mengumpulkan Qur'an dalam satu Mushhaf itu, tapi juga mempunyai segala fasilitas yang dapat menjamin terlaksananya maksud tersebut, menjamin terlaksananya segala yang sudah terkumpul dalam kitab itu, yang ada di tangan mereka sesudah dengan teliti dan sempurna dikumpulkan.
Kedua - Pengumpulan tersebut selesai selama dua atau tiga tahun sesudah Muhammad wafat. Kita sudah melihat beberapa orang pengikutnya, yang sudah hafal wahyu itu di luar kepala, dan setiap Muslim sudah hafal sebagian, juga sudah ada serombongan ahli-ahli Qur'an yang ditunjuk oleh pemerintah dan dikirim ke segenap penjuru daerah Islam guna melaksanakan upacara-upacara dan mengajar orang memperdalam agama. Dari mereka semua itu terjalinlah suatu m`ta rantai penghubung antara wahyu yang dibaca Muhammad pada waktu itu dengan yang dikumpulkan oleh Zaid. Kaum Muslimin bukan saja bermaksud jujur dalam mengumpulkan Qur'an dalam satu Mushhaf itu, tapi juga mempunyai segala fasilitas yang dapat menjamin terlaksananya maksud tersebut, menjamin terlaksananya segala yang sudah terkumpul dalam kitab itu, yang ada di tangan mereka sesudah dengan teliti dan sempurna dikumpulkan.
Ketiga - Juga
kita mempunyai jaminan yang lebih dapat dipercaya tentang ketelitian dan
kelengkapannya itu, yakni bagian-bagian Qur'an yang tertulis, yang sudah ada
sejak masa Muhammad masih hidup, dan yang sudah tentu jumlah naskahnyapun sudah
banyak sebelum pengumpulan Qur'an itu. Naskah-naskah demikian ini kebanyakan
sudah ada di tangan mereka semua yang dapat membaca. Kita mengetahui, bahwa apa
yang dikumpulkan Zaid itu sudah beredar di tangan orang dan langsung dibaca
sesudah pengumpulannya. Maka logis sekali kita mengambil kesimpulan, bahwa
semua yang terkandung dalam bagian-bagian itu, sudah tercakup belaka. Oleh
karena itu keputusan mereka semua sudah tepat pada tempatnya. Tidak ada suatu
sumber yang sampai kepada kita yang menyebutkan, bahwa para penghimpun itu
telah melalaikan sesuatu bagian, atau sesuatu ayat, atau kata-kata, ataupun apa
yang terdapat di dalamnya itu, berbeda dengan yang ada dalam Mushhaf yang sudah
dikumpulkan itu. Kalau yang demikian ini memang ada, maka tidak bisa tidak
tentu terlihat juga, dan tentu dicatat pula dalam dokumen-dokumen lama yang
sangat cermat itu; tak ada sesuatu yang diabaikan sekalipun yang kurang
penting.
Keempat - Isi
dan susunan Qur'an itu jelas sekali menunjukkan cermatnya pengumpulan.
Bagian-bagian yang bermacam-macarn disusun satu sama lain secara sederhana
tanpa dipaksa-paksa atau dibuat-buat. Tak ada bekas tangan yang mencoba mau
mengubah atau mau memperlihatkan keahliannya sendiri. Itu menunjukkan adanya
iman dan kejujuran sipenghimpun dalam menjalankan tugasnya itu. Ia tidak berani
lebih daripada mengambil ayat-ayat suci itu seperti apa adanya, lalu
meletakkannya yang satu di samping yang lain.
MUSHAF USMAN
MUSHAF USMAN
Karena banyaknya dan jauhnya perbedaan
itu, ia merasa gelisah sekali.
Ketika itu ia lalu meminta agar Usman turun tangan. "Supaya jangan
ada lagi orang berselisih tentang
kitab mereka sendiri seperti orang-orang Yahudi dan Nasrani. Khalifahpun dapat
menerima saran itu.
Untuk menghindarkan
bahaya, sekali lagi Zaid bin Thabit
dimintai bantuannya dengan diperkuat
oleh tiga orang dari Quraisy.Naskah pertama yang ada di tangan
Hafsha lalu dibawa, dan cara membaca yang berbeda-beda dari seluruh
persekemakmuran Islam itupun dikemukakan, lalu
semuanya diperiksa kembali dengan pengamatan yang luarbiasa, untuk kali terakhir.
Kalaupun Zaid
berselisih juga dengan ketiga sahabatnya
dari Quraisy itu, ia
lebih condong pada suara mereka mengingat turunnya wahyu itu menurut
logat Quraisy, meskipun dikatakan wahyu
itu diturunkan dengan tujuh
dialek Arab yang bermacam-macam.
Selesai dihimpun, naskah-naskah menurut Qur'an ini lalu dikirimkan ke seluruhkota persekemakmuran. Yang selebihnya naskah-naskah
itu dikumpulkan lagi atas perintah
Khalifah lalu dibakar.
Sedang naskah yang pertama dikembalikan kepada Hafsha. Kemudian menyisihkan
jauh-jauh bacaan-bacaan selebihnya yang pada waktu itu terpencar-pencar di
seluruh daerah itu. "MUSHAF USMAN CERMAT DAN LENGKAP"
Selesai dihimpun, naskah-naskah menurut Qur'an ini lalu dikirimkan ke seluruh
Jadi kesimpulan
yang dapat kita sebutkan dengan meyakinkan sekali ialah, bahwa Mushhaf Zaid dan
Usman itu bukan hanya hasil ketelitian saja, bahkan - seperti beberapa kejadian
menunjukkan - adalah juga lengkap, dan bahwa penghimpunnya tidak bermaksud
mengabaikan apapun dari wahyu itu. Juga kita dapat meyakinkan, berdasarkan
bukti-bukti yang kuat, bahwa setiap ayat dari Qur'an itu, memang sangat teliti
sekali dicocokkan seperti yang dibaca oleh Muhammad." Panjang juga kita
mengutip kalimat-kalimat Sir William Muir seperti yang disebutkan dalam kata
pengantar The Life of Mohammad (p.xiv-xxix) itu. Dengan apa yang sudah kita
kutip itu tidak perlu lagi rasanya kita menyebutkan tulisan Lammens atau Von
Hammer dan Orientalis lain yang sama sependapat. Secara positif mereka memastikan
tentang persisnya Qur'an yang kita baca sekarang, serta menegaskan bahwa semua
yang dibaca oleh Muhammad adalah wahyu yang benar dan sempurna diterima dari
Tuhan. Kalaupun ada sebagian kecil kaum Orientalis berpendapat lain dan
beranggapan bahwa Qur'an sudah mengalami perubahan, dengan tidak menghiraukan
alasan-alasan logis yang dikemukakan Muir dan sebagian besar Orientalis, yang
telah mengutip dari sejarah Islam dan dari sarjana-sarjana Islam, maka itu
adalah suatu dakwaan yang hanya didorong oleh rasa dengki saja terhadap Islam
dan terhadap Nabi. Betapapun pandainya tukang-tukang tuduh itu menyusun
tuduhannya, namun mereka tidak dapat meniadakan hasil penyelidikan ilmiah yang
murni. Dengan caranya itu mereka takkan dapat menipu kaum Muslimin, kecuali
beberapa pemuda yang masih beranggapan bahwa penyelidikan yang bebas itu
mengharuskan mereka mengingkari masa lampau mereka sendiri, memalingkan muka
dari kebenaran karena sudah terbujuk oleh kepalsuan yang indah-indah. Mereka
percaya kepada semua yang mengecam masa lampau sekalipun pengecamnya itu tidak
mempunyai dasar kebenaran ilmiah dan sejarah.
0 komentar:
Post a Comment
Pembaca yang baik, selalu meningggalkan pesan.